BASMALAH DAN KITA SEMUA
Pondok Pesantren Sidogiri adalah lembaga pendidikan yang
diasaskan oleh Muasis dan para Masyayikh sebagai wadah perjuangan dan
pengabdian terhadap agama dan umat. Dalam hal itu, domain yang digarap oleh
Sidogiri sangat luas, bukan hanya pendidikan klasikal dan pengajian
kitab-kitab, namun juga dakwah ke seluruh pelosok negeri, pemberdayaan umat di
berbagai bidang, dan lain sebagainya.
Untuk menjamin terlaksananya sekian banyak program yang
telah ditetapkan, Sidogiri memandang perlu untuk memiliki sumber pendanaan yang
memadai secara mandiri, agar tidak bergantung pada pihak lain, termasuk tidak
merepotkan pemerintah. Maka didirikanlah berbagai unit usaha yang bernaung di
bawah Sidogiri Corporation, seperti TokoBasmalah, AMDK Santri, dompet digital
e-maal, GiriGrafika, dan lain sebagainya.
Sebenarnya setiap lembaga yang berada di bawah naungan
Sidogiri itu punya ruh dan visi yang sama, baik itu Pondok (PPS), Madrasah
Miftahul Ulum (MMU), Ikatan Alumni Santri Sidogiri (IASS), Urusan Tugas
Mengajar Tugas Belajar (TMTB) dan Dai, Kopontren Sidogiri, dan lain sebagainya.
Namun masing-masing punya ranah fungsi dan tugas yang berbeda-beda.
Maka dari itu, semua orang yang berada di masing-masing
lembaga juga punya tugas-tugas dan kewajiban yang berbeda-beda pula, sesuai
dengan fungsi dari lembaga itu, agar cita-cita yang melandasi berdirinya
lembaga-lembaga ini bisa tercapai; ada yang bertugas mondok dan belajar, ada
yang bertugas mengajar, ada yang diutus ke berbagai pelosok negeri untuk
berdakwah, ada pula yang menjadi karyawan di sejumlah unit usaha milik Pondok
Pesantren Sidogiri untuk menggerakkan roda bisnis pesantren.
Cita-cita besar pesantren akan mudah dicapai jika
masing-masing lembaga tersebut berjalan sesuai fungsinya, dan hal itu bisa
terjadi jika setiap orang yang mengisi pos-pos pada lembaga-lembaga itu
menjalankan tugas dan kewajiban mereka sesuai dengan aturan dan SOP
masing-masing lembaga. Sebaliknya, cita-cita besar itu sulit terwujud, bahkan
bisa kandas, jika lembaga-lembaga ini tidak menjalankan fungsi khususnya
masing-masing, dan orang-orang yang mengisi pos-pos pada lembaga-lembaga itu
tidak bekerja sesuai tugas dan SOP yang telah ditetapkan.
Karena itu, misalnya, kita harus melihat “TokoBasmalah”
dengan benar: bahwa ia didirikan memang sebagai unit usaha, menjalankan bisnis
dan mencari keuntungan. Ia bukan pesantren ataupun lembaga pendidikan, bukan
musala, masjid, ataupun yang lain yang bukan lembaga bisnis. Jadi wajar dan
sama sekali tidak janggal jika kita melihat TokoBasmalah berkompetisi dengan
giat di bidang bisnis dengan para kompetitor, bahkan TokoBasmalah tetap buka
pada hari hari raya Idul Fitri, dan tidak tutup di waktu malam-malam Ramadhan.
Kita harus melihat langkah TokoBasmalah itu dari sudut
pandang tugasnya, yakni memang berbisnis untuk meraih keuntungan. Jangan
dilihat dari sudut pandang yang lain, sehingga tampak jadi tidak wajar. Kenapa
TokoBasmalah tetap buka di hari raya? Jawabannya karena ia adalah unit usaha,
dan pada hari itu kebanyakan toko tutup, sehingga Basmalah tetap buka mencari
peluang, untuk melayani kebutuhan masyarakat, dan Basmalah mendapatkan banyak
laba. Sesederhana itu.
Lalu apa tidak kasihan dengan para karyawan yang kebetulan
bertugas pada waktu hari raya itu? Bukankah mereka jadi tidak bisa
bersilaturahim dengan keluarga mereka? Nah, inilah pertanyaan yang berangkat
dari pemahaman dan sudut pandang yang tidak tepat. Karena setiap orang yang mau
menjadi karyawan di TokoBasmalah harus tahu jika ini adalah lembaga bisnis, dan
hatus tahu juga apa kewajiban dan konsekuensinya. Orang yang masih mau
bergabung dengan TokoBasmalah, tentu mereka harus berkomitmen dengan ketentuan-ketentuan
itu.
Jika logika yang digunakan untuk menilai tidak benar, maka
di semua sektor layanan publik juga akan terjadi gelombang protes yang sama.
Misalnya, pada waktu mudik hari raya, ada banyak polisi yang bertugas menjamin
keamanan dan kelancaran lalu lintas para pemudik. Apa tidak kasihan dengan para
polisi itu yang tidak ikut mudik, padahal mereka juga punya keluarga? Para
dokter yang kebagian tugas di hari raya juga sama: apa tidak kasihan dengan
para dokter dan perawat itu, bukankah mereka juga punya keluarga dan mereka
juga ingin bersilaturahim? Begitu pula seterusnya.
Jadi lihatlah suatu masalah dari sudut pandang yang benar,
agar nalar jadi benar, wajar, dan tidak terkesan janggal. Toh, para karyawan
yang bekerja di TokoBasmalah itu tidak full 24 jam, melainkan terbagi pada
beberapa shift. Jika kebetulan pada hari raya ada yang bertugas di pagi hari,
maka dia bisa bersilaturahim di siang, sore, sampai malam harinya. Jika di hari
raya itu kebetulan bertugas siang, maka dia bisa bersilaturahim di pagi
harinya.
Selamat berjuang Sidogirian!
- Dwysa